Dulu waktu aku kecil kampungku Babadan Bulaksari kecamatan Sragi Pekalongan belum ada listrik, dan jalan-jalan pun masih becek. Gak kayak sekarang yang sudah terang benderang. Dan jalan-jalan pun sudah beraspal sampai ke gang-gang kecil.
Listrik masuk kampungku waktu aku masih duduk di bangku SMP, sekitar tahun 85 an. Tapi yang begitu bangga dari kampungku adalah di jalan - jalan utama kampungku sampai balai desa sudah di aliri aliran listrik dari diesel ( genset ) oleh pak lurah. Sehingga membuat iri kampung - kampung sekitarku.
Waktu itu TV adalah barang yang mewah dan langka. Warnanyapun masih monokrom alias hitam putih. Hanya pak lurah saja di kampungku yang mempunyai. Gak kayak sekarang yang setiap rumah dipastikan sudah mempunyai.
Tapi pak lurah adalah orang yang baik hati. Tiap malam dipasangnya TV itu diteras rumah yang lantainya udah di tegel. Oh ya, rumah pak lurah itu udah gedong sendiri lho. Terus di halamanya di kasih padung ( bangku panjang ) berjejer kebelakang. Sehingga kalau habis isya' sampai tengah malam pasti ramai depan rumah pak lurah yang menonton televisinya, yang halamanya sudah dikeraskan dengan bata merah yang ditata rapi.
Biasanya sambil nunggu acara bagus, anak-anak sebayaku pada bermain, dan akupun gak ketinggalan.
Ada yang bermain sodor ( gobak sodor ), rekumpet ( petak umpet) dan seketeng. Seketeng adalah permainan favoritku.
Seketeng adalah permainan anak yang saling mengalahkan dengan cara memegang, menyentuh atau mengenai kaki ( dari lutut ke bawah ) atau kepala lawan kita dengan tangan kanan atau kiri ( satu tangan ).
Bisa satu lawan satu, berkelompok ( grup ) atau keroyokan. Biasanya kalau anak dewasa main sama anak kecil mainnya keroyokan. Satu anak dewasa dilawan beberapa anak kecil dibawah umurnya.
Benar - benar mengasyikan...
Listrik masuk kampungku waktu aku masih duduk di bangku SMP, sekitar tahun 85 an. Tapi yang begitu bangga dari kampungku adalah di jalan - jalan utama kampungku sampai balai desa sudah di aliri aliran listrik dari diesel ( genset ) oleh pak lurah. Sehingga membuat iri kampung - kampung sekitarku.
Waktu itu TV adalah barang yang mewah dan langka. Warnanyapun masih monokrom alias hitam putih. Hanya pak lurah saja di kampungku yang mempunyai. Gak kayak sekarang yang setiap rumah dipastikan sudah mempunyai.
Tapi pak lurah adalah orang yang baik hati. Tiap malam dipasangnya TV itu diteras rumah yang lantainya udah di tegel. Oh ya, rumah pak lurah itu udah gedong sendiri lho. Terus di halamanya di kasih padung ( bangku panjang ) berjejer kebelakang. Sehingga kalau habis isya' sampai tengah malam pasti ramai depan rumah pak lurah yang menonton televisinya, yang halamanya sudah dikeraskan dengan bata merah yang ditata rapi.
Biasanya sambil nunggu acara bagus, anak-anak sebayaku pada bermain, dan akupun gak ketinggalan.
Ada yang bermain sodor ( gobak sodor ), rekumpet ( petak umpet) dan seketeng. Seketeng adalah permainan favoritku.
Seketeng adalah permainan anak yang saling mengalahkan dengan cara memegang, menyentuh atau mengenai kaki ( dari lutut ke bawah ) atau kepala lawan kita dengan tangan kanan atau kiri ( satu tangan ).
Bisa satu lawan satu, berkelompok ( grup ) atau keroyokan. Biasanya kalau anak dewasa main sama anak kecil mainnya keroyokan. Satu anak dewasa dilawan beberapa anak kecil dibawah umurnya.
Benar - benar mengasyikan...